Jumat, September 14, 2007

NIR ORANG oleh Hasan Junus

(dimuat di Riau Pos 01 April 2007 )

Nama ‘’Cyberpunk” bermula dari sebuah fiksi yang terbit pada tahun 1982 karya Bruce Bethke. Tepatnya pengarang fiksi sains itu menggunakan kata ‘’cybernetics” untuk menyatakan tentang suatu jenis sains yang menggantikan tempat manusia sehingga kalau kita memakai pengamatan filsuf Jean-François Lyotard maka sosok makhluk-tak-makhluk, manusia-tak-manusia, orang-tak-orang itulah barangkali yang diberi nama oleh Lyotard sebagai ‘’Inhumain” atau Nir-orang. Sedangkan kata ‘’punk” dipadankan dari nama kelompok musik cacaphonous yang merupakan pelengkap pandangan hidup nihilistis di kalangan para pemuda di tahun-tahun 1970 dan 1980-an kemarin.

TAHUN 1984 diprediksikan oleh George Orwell dalam novelnya Nineteen Eighty–four sebagai tahun kegerunan mendalam karena dunia kita ini sedang dikuasai oleh totalitarianisme yang buas ganas tak tanggung-tanggung dan tak kenal ampun. Akan tetapi pada tahun 1984 itulah pula terbitnya sebuah fiksi sains berjudul Neuromancer karya William Gibson yang merupakan punca gerakan atau aliran Cyberpunk.

Gerakan atau aliran ini tentulah berakar di masa lampau yang jauh, puncanya mungkin saja dari mitologi Yunani, lalu tiba-tiba orang menyebutkan serangkaian fiksi karya Jules Verne (1828-1905) seperti Voyages extraodinaires – Cinq semaines en ballon (1863; ‘’Perjalanan istimewa – Lima Minggu dalam Balon”), Le Voyage au centre de la terre(1864; ‘’Perjalanan ke Pusat Bumi”), De la Terre à la Lune (1865; ‘’Dari Bumi ke Bulan”), Vingt Mille Lieues sous les mers (1870; ‘’Dua Puluh Ribu Kaki di Bawah Laut”), dan lainnya. Karya-karya fiksi sains yang digolongkan klasik di Perancis itu dapat disandingkan dengan masakini seperti Dark Carnival (1947) dan The Martian Chronicles (1950; dibuat film 1966) oleh Ray Bradbury di Amerika Serikat.

Meskipun pencetus gerakan ini seorang pengarang bernama Bruce Bethke dan pemimpin ‘’Cyberpunk” dipercayakan kepada pengarang lain yang bernama William Neuromancer Gibson, ada seorang tokoh penting lainnya yang memutar roda gerakan ini. Ia seorang editor fiksi sains yang sangat terkenal sekali dan namanya ialah Gardner Dozois. Maka tiga serangkai inilah, Bethke-Gibson-Dozois, paling diperhitungkan dalam melahirkan serangkaian karya-karya yang tokoh utamanya ialah Nirorang. Sedangkan para anggota gerakan atau aliran Cyberpunk lapisan pertama terdiri dari para penulis fiksi sains seperti Samuel R Delany, Bruce Sterling, John Shirley dan Rudy Rucker.

Di dalam ruang dan tempat yang artifisial diperlukan bahasa yang artifisial. Bukan seperti bahasa Esperanto yang dicipta oleh Lejzer Ludwik Zamenhof (1859-1917) untuk mempersatukan orang-orang dari golongan tertentu, tapi semacam bahasa Klingon yang dituturkan oleh para alien yang entah berasal dari planet mana di ruang angkasa dan dapat Anda saksikan dalam film-film tentang semacam Star Trek atau Perang Bintang.

Kalau sesosok alien berdepan dengan Anda dan hendak mengatakan, ‘’Menyerahlah kau atau mati?” ia atau dia akan mengucapkan, ‘’blejeghbe’chugh vaj blHegh.” Untuk bertanya, ‘’Di mana restoran yang bagus?” menjadi, ‘’nuqDaq ‘oH Qe’ QaQaq’e.” ‘’Aku tak mengerti” dalam bahasa Klingon ialah ‘’jlyajbe.” ‘’Anda bisa berbahasa Klingon?” sama dengan ‘’Hol Dajatlh’a’.” ‘’Aku pening” yaitu ‘’jlwuQ.” ‘’Di mana kamar mandi?” yaitu ‘’nuqDaq ‘oH puchpa”e.”

Saya tak pernah belajar bahasa Klingon. Berani sumpah! Saya hanya membacanya dalam majalah berita TIME bertanggal 5 April 1993. Bahasa Klingon yang digunakan oleh para alien ini semangat penciptaannya dapat dibandingkan dengan bahasa yang muncul di bumi ini setelah revolusi informasi yang dahsyat habis-habisan. Hal ini karena mungkin sekali kebudayaan makhluk angkasa luar itu melangkah dimulai dari teknologi informasi dengan seperti yang kita alami di zaman serba cyber sekarang ini.

Keadaan ruang yang sebenarnya bukan ruang dalam pengertian yang konvensional, waktu yang juga bukan waktu yang konvensional, memerlukan ‘’inhumain” yaitu Nir-orang yaitu manusia yang bukan manusia seutuhnya sebagaimana dikenal dalam pengertian yang konvensional, pada gilirannya Nir-orang itu memerlukan bahasa yang juga bukan bahasa yang konvensional. Jadi keadaan ekstrim seperti ini dapat dipahami dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi yang sekarang ini. Kehidupan yang artifisial pada gilirannya memang akan menghasilkan kecerdasan artifisial @ Artilect yang tak lain dari Artificial Intelect.

Akan tetapi keseragaman yang menjadi ciri alam cyber juga menghadapai tantangan. Sama benar halnya kekhawatiran Jean-François Lyotard sekitar tahun 1990 dengan kekhawatiran Karel apek dalam karya monumentalnya Válka s mloky (1936; ‘’Perang dengan Biawak”). Pada mulanya ialah kata. Dan kata-kata kemudian yang membentuk diri menjadi bahasa. Kapten J van Toch dengan kapalnya ‘’Kandong Bandoeng” di suatu kawasan sebelah Barat Pulau Sumatra mengajarkan kepada biawak-biawak bahasa manusia yang kemudian meningkat dengan pengetahuan teknologi sehingga selangkah demi selangkah para biawak menjajah dan nyaris mengalahkan manusia.

Keadaan hampir dikalahkan oleh bangsa biawak inilah yang kemudian mempersatukan manusia dan melawan penjajahan totaliter yang dilakukan oleh makhluk yang berhasil mengadopsi bahasa dan teknologi. Seperti itulah kira-kira dan kurang lebih atau lebih kurang keadaan orang-orang di sekitar kita pada masa depan yang sudah dimulai sekarang berhadapan dengan kelompok baru yang samasekali baru karena belum ada contoh dalam sejarah pada masa lalu, yaitu kelompok nir-orang yang dibina dari pencapaian terakhir teknologi informasi.

Sama halnya dengan para biawak dalam gambaran Karel apek begitu pula dengan para nir-orang yang diteropong oleh Jean-François Lyotard, hendaklah kita ketahui sejak awal dan seterusnya bahwa manusia mempunyai suatu andalan yang bernama bahasa. Bahasa yang dikuasai para makhluk cerdas yang telah mengembangkan teknologi bernama biawak dan bahasa cyber yang dipakai oleh orang-tak-orang yang adalah nir-orang pasti akan berhadapan dengan bahasa manusia yang memadukan hati dan pikiran. Tugas manusia, baik ketika berhadapan dengan makhluk seperti biawak maupun dengan para nir-orang ialah terus membina bahasa sebagai karya terbesar manusia yang merupakan paduan sebati dari hasil perahan pikiran dan hati, dan sudah tertulis di lauhul mahfuz ditentukan sebagai pemenang pada akhir pertembungan besar antara manusia dengan manusia yang tercuri miliknya atau antara manusia dengan yang bukan manusia sejati. Bahasa dapat saja diarahkan untuk membangun teknologi infomasi yang selalu hambar dan kering, tapi bahasa dapat melahirkan sastra, terutama puisi, yang memang tugasnya menyiram kekeringan itu. Di Riau ada sesuatu yang unik karena orang yang tahu berbahasa biasa mengungkapkan pikiran dan perasaan sebagai ‘’pikir hati”

Tidak ada komentar: