Selasa, September 11, 2007

Ramadhan

Sudah dua hari ini aku meng-goggle dengan kata kunci ‘dotted font’. Hasilnya, setelah dipilah-pilih, kuunduh jugalah delapan jenis font bertitik. Kata kunci lain adalah ‘christian comics’ atau ‘christian cartoon’. Kalau yang ini, lumayan banyak kuunduh.

Hitungan beberapa hari lagi saja, Ditha akan libur sekolah. Lebih sebulan lamanya. Untuk SD dan seterusnya, tampaknya akan tetap bersekolah selama bulan puasa tahun ini. Namun TK ternyata diliburkan. Membiarkan Ditha tanpa kesibukan berarti dalam kurun waktu itu tentulah tak terlalu bijak. Aku membayangkan kulitnya semakin gelap karena akan lebih memilih bermain di luar rumah tanpa Yeni, parorotnya, berhasil mencegah. Sebulan terakhir, Ditha terlihat lebih betah di depan komputer dan di meja belajarnya. Momen ini tak harus disia-siakan. Font bertitik kuharap bisa meringankan pekerjaan istriku. Selama ini, tugasnyalah membuat huruf-huruf dari titik-titik yang kemudian oleh Ditha akan dirangkai menjadi aksara yang utuh. Metoda ini mengasah kerapihan menulis Ditha. Dengan meng-instal font-font tadi, bukankah tinggal diketik dan kemudian dicetak? Istriku pasti senang.

Gambar-gambar kartun itu pula akan kutambahkan di program mewarnai di komputer rumah. Atau dicetak jugalah. Supaya Ditha mewarnainya dengan crayon. Betapa berbungah putriku nanti. Ia pasti akan sibuk merangkai kata-kata puji. “Aduh papa, kakak bahagia sekali.” Kadang aku heran juga. Ditha selalu menampilkan bahasa yang relatif baku dihadapan kami. Akhir-akhir ini saja ia suka membunyikan ‘cape deh..’. Mungkin dari teman-temannya di sekolah. Sedemikian berhasilkah kami? Sekarang malah aku lebih suka menyapa Ditha dalam bahasa Batak. Sepertinya berhasil juga. Hampir sepenuh kalimat-kalimatku ia bisa pahami.

Masih dalam rangkaian menyambut bulan Ramadhan, mushola sebelah rumahku pun berbenah. Hendak dijadikan mesjid. Pagi minggu kemarin, aku dan putraku Pho yang hampir genap berusia setahun duduk-duduk di atas jembatan kecil pinggir jalan depan rumah kami. Tak berapa lama, beberapa orang - sebagian mendorong gerobak, sebagian membawa sekop, lainnnya hanya melenggang – berlalu di hadapan kami. Mereka hendak bergotong-royong ke musholla. Diharapkan, dalam beberapa hari ini lantai musholla sudah selesai dikerjakan, sehingga bisa dipakai saat tarawih, dan jika salah Ied nanti, sudah selesailah pembangunan mesjid itu.

Bang Amat, bekas sejawatku, ketika mendengar penuturan tentang hendak menjadi mesjidnya musholla sebelah rumah itu berkomentar, baguslah Har. Nanti sound systemnya gak TOA lagi, pasti dibuat yang bagus, lebih jernih. Kan sudah mesjid. O, begitukah?

Pikirku, mudah-mudahan bertambah jugalah koleksi ceramah ustadz KH Zainuddin MZ milik mesjid itu nanti. Selama ini aku heran, kayaknya tak mungkin mereka, para pengurus musholla hanya memiliki satu kaset ceramah. Kayaknya dulu-dulu aku pernah mendengar dikumandangkan ceramah yang lain. Kenapa lebih setahun belakangan ini yang diputar itu-itu saja. Aku sampai hapal. Kaset itu biasa disiarkan menjelang azan magrib, atau ketika kegiatan gotong royong.

Di harian terbesar Pekanbaru kubaca beberapa hari lalu, tak ada ampun bagi petasan. Aku lega sekali. Tapi setelah lebih kusimak, itu kata pejabat kota Pekanbaru. Dumai aku tak tahu. Sangat menggemaskan sebenarnya para pedagang pinggir jalan yang meracuni hasrat bermain anak-anak dengan hal-hal berbahaya yang benar-benar konyol. Petasan.

Malam minggu kemarin, aku menghadiri hajatan silaturahmi yang dikemas sedemikian rupa, satu padu, menonjolkan rasa kebangsaan, sekaligus menjadi momen silaturahmi menyambut ramadhan dan juga menggalang dana bagi dua keluarga tak mampu yang anaknya menderita hydrochepalus. Berbagai suku menampilkan kekhasan budayanya. Asyik memang. Tiap rombongan yang sebagian besar menampilkan tari-tarian hadir dengan pakaian khas kedaerahannya. Mewakili batak, agak malu juga kami hanya tampil tiga orang, berjas dan ulos, menyanyikan lagu, ahada do alana, dia do boncirna…, masak sih itu kesenian khas batak? Eh, jadi ngelantur nih..

Bagiku, bulan puasa biasanya menghadirkan suasana sore hari berbeda. Sepanjang jalan kesuma, jalan besar menuju gang rumahku, akan disesaki pedagang makanan, dan pembeli yang berwisata kuliner. Kalau mau harga miring dan porsi besar, belilah sesaat sirene atau beduk buka berbunyi. Ini biasanya kelakuanku. Karena teman-teman muslim sudah berada di rumah semua, sehingga tinggal akulah pembeli. Hehehe..

Malam hari nanti di bulan puasa, jalan di depan rumahku akan selalu ramai. Tetanggaku akan berbondong-bondong terawih, sebulan penuh. Membuatku sering tersenyum kecut. Kawan-kawan ama (kaum bapak) gerejaku diminta hadir ke kebaktian di rumah sekali seminggu saja susahnya minta ampun. Kebaktian passion yang dilakukan berturut-turut tiga malam itu juga sering sepi pengunjung. Eh, ngelantur lagi.

Bagi saudaraku yang hendak menjalankan ibadah Puasa, selamat menyambut dan melaksanakan. Ketekunan kalian sering membuatku takjub.

Tidak ada komentar: