Sabtu, September 15, 2007

Saigo atawa Encik Sumpok oleh Hasan Junus

(dimuat di riau pos edisi ahad 26 Agustus 2007)

Dalam usia 76 tahun Clint Eastwood pergi ke Jepang mengunjungi satu per satu alamat keluarga serdadu Jepang yang meninggal pada penghujung Perang Dunia Kedua di Iwo Jima. Para janda atau anak-anak yang dijumpainya seorang demi seorang membungkuk dalam-dalam menerima surat yang dibawanya, mengucapkan terima kasih dan memandang dengan mata tak berair sedikitpun lagi. Kisah para serdadu itu digambarkanya dalam film yang disutradarainya berjudul ‘’Letters from Iwo Jima” yang diproduksi oleh Warner Bros. Sejarawan Taufik Abdullah pada suatu kesempatan mengatakan kira-kira bahwa nadi sejarah paling keras berdenyut pada tokoh orang-orang kecil yang tanpa dirinya paparan sejarah tak akan kita kenal seperti sekarang. Orang-orang kecil itu mungkin saja seorang tukang masak pasukan Jepang di Iwo Jima yang bernama Saigo atau bisa juga Encik Sumpok seorang pendayung bidar dalam Perang Raja Haji Fisabililah di perairan Tanjungpinag.


SELASA tanggal 21 Agustus 2007 pagi Pak Tua yang mengelola kantin di lingkungan Riau Pos meninggal-dunia. Ia seorang ‘’Nobody” yaitu orang yang tak diperhitungkan di tengah gempita dan gemerlap dunia, karena ia bukan seorang wartawan yang mengejar Hadiah Adinegoro atau Anugerah Sagang. Akan tetapi orang seperti ini sebenarnya bisa mendenyutkan nadi sejarah kalau saja ia berhubungan dengan seorang ‘’Somebody” entah di mana dan bila, di tempat tak tertentu dan di waktu tak tertentu pula. Kepada almarhum yang Nobody bacaan Alfatihah dapat dilantunnya dengan khusuk di tengah malam hening bening lebih syahdu daripada yang difadhiahkan kepada seorang Somebody.

Kematian almarhum Pak Tua mengingatkan saya kepada tokoh utama dalam roman Jules Romains yang diterbitkan pada tahun 1911 yang berjudul Mort de quelqu’une yang diterjemahkan ke bahasa Inggeris dengan memakai judul The Death of a Nobody. Karya ini mengisahkan tentang kematian seorang sederhana yang task masuk masbuk dan terdaftar dalam perhitungan di mana dan kapanpun. Namun di mata sastrawan seorang yang sangat biasa dapat menjadi penting atau luarbiasa.

Sutan Sjahrir (lahir 1910) dengan nama-pena Sjahrazad dalam Indonesische overpeinzingen (1946) mengatakan perlunya kita membaca karya-karya André Malraux. Tokoh-tokoh dalam La condition humaine menyeruak sampai meliputi semua kalangan manusia dengan berlatarkan Syanghai tahun 1926. Di kota yang terbagi-bagi oleh kuasa-kuasa besar dunia itu ada tokoh-tokoh Tschen dan Kyo Gisors, ada isteri Kyo bernama May, seorang perempuan Jerman, ada Baron de Clappique, seorang penjudi berkebangsan Perancis, dan lain-lain.

Karya Malraux ini dapat dipandang sebagai lanjutan dari karyanya yang terdahulu yang berjudul Les Conquerants (‘’Para Pemenang”) yang berlatar-bekakang Timur Jauh, kawasan Asia yang merujuk pada pusatnya di Cina dan dalam kacah revolusi sosial dan politik yang mendidih. Sedangkan La Condition humaine lebih tegas memfokuskan locus atau penempatan kejadian di Shanghai yang dalam ejaan lama bahasa Perancis dulu dituliskan Chang-Hai pada bulan Maret tahun 1926 ketika kota itu dikepung oleh pasukan yang dipimpin oleh Chiang Kai Sek, sang pewaris politik Sun Yat Sen yang pada tahun 1911 telah berhasil mendirikan Republik Cina dengan memakai kendaraan politik Partai Nasionalis atau Kuomintang. Sun Yat Sen meninggal-dunia pada tahun 1925. Chiang Kai Sek melanjutkan membuat persatuan rakyat Cina yang pada masa itu dipimpin raja-raja perang @ warlords yang sangat berkuasa dan memerintah dengan cara lebih keras dan otoriter dari kaisar-kaisar Cina terdahulu. Jenderal Chiang pun tak kurang kerasnya dan dengan sikap yang tidak melunak ini pindah memimpin eksodur ke Taiwan yang dinamakan Formosa oleh orang Jepang. Shanghai dibagi-bagi oleh kuasa-kuasa Eropa (Inggerisd, Perancis dan Amerika Serikat) serta Rusia dan Jepang. Kota Shanghai sudah dikenal sebagai kota metropolitan sejak awal ketika kota-kota di Asia belum menjadi metropolitan. Inilah kirta-kira latar belakang karya Andre Malraux ayang dipujikan oleh seorang Sutan Sjahrir untuk dibaca oleh orang-orang Indonesia.

Taufik Abdullah mengatakan pada suatu kesempatan kira-kira bahwa nadi sejarah paling kuat berdenyut ketika menyentuh pada orang-orang kecil yang berperan besar dalam suatu peristiwa. Orang Perancis menawarkan Cherhez la femme! Sedangkan bangsa lain, lain lagi yang ditawarkan. Bagi Orang Melayu Riau yang berkenaan dengan riwayat Raja Haji Fisabililah, tokoh orang kecil itu bernama Encik Sumpok, seorang pengayuh bidar yang membawa pemimpin Riau itu dalam perang di perairan Tanjungpinang. Dalam karya Herman Melvile (1819-1891) Moby-Dick kapal ‘’Pequod” dalam pelayaran terakhir menangkap ikan paus di laut lepas dinakhodai oleh Kapten Ahab dan satu-satunya anak buah kapal yang selamat Ishmael untuk menyampai kisah itu kepada dunia (=pembaca).

Clint Eastwood pada usia 76 tahun masih menyutradarai sebuah film yang sangat bagus berjudul Letters from Iwo Jima yang diproduksi oleh Warner Bros. Orang kecil yang berperan besar dalam film ini bernama Saigo, tukang masak pasukan Jepang yang diperankan oleh Kazunari Ninomiya. Orang besar dalam film ini ialah Jenderal Tadamichi Kuribayashi yang diperankan oleh Ken Watanabe. Padanan pas seorang Saigo dan seorang Tadamichi Kuribayashi dalam film yang disutradarai oleh Clint Eastwood dengan novel sejarah yang berlatarkan Perang Riau tahun 1784 ialah seorang Encik Sumpok dengan seorang Raja Haji Fisabililah.

Dengan rambut yang putih membuih Clint Eastwood membawa ke Jepang sekantong surat-surat dari Iwo Jima dan mengantarkan surat-surat ke semua alamat. Dalam karya Taha Hussein (1889-1973) Ahlam Syahrazad (Mimpi-mimpi Syahrazad) tak muncul tokoh pembantu atawa babu atawa bedinde yang diam-diam menguping rangkaian cerita yang dikisahkan melalui lidah petah Syahrazad. Nama-nama seperti ini dapat ditambah sehingga menjadi sangat panjang di antaranya khdam Rasulullah yang pada suatu waktu mengikut perjalanan Junjungan Alam ke pekuburan Baqi. Atau khadam Imam Bukhari yang memanaskan salju pada subuh hari agar sang Imam bisa berwudhu’, penccicip anggur kaisar Napoleon Bonaparte szemasa pembuangannyaz di Elba dan di St Helena, dan nama-nama yang terus bermunculan berpanjang dan berkepanjangan.

Setelah selesai menyerahkan semua surat-surat para almarhum tentara kemaharajaan Jepang itu Clint Eastwood merasa lega. Pikir hatinya, ‘’Benarlah sejarawan Indonesia yang bernama Taufik Abdullah itu ketika ia mengatakan bahwa nadi sejarah paling keras berdenyut pada tokoh orang-orang kecil yang tanpa dirinya paparan sejarah tidak akan kita kenal seperti sekarang.” Orang-orang kecil itu barangkali bernama Saigo atawa Encik Sumpok atawa ….. atawa ….. atawa ….. atawa …..

Tidak ada komentar: